“Your wife here just
flew 23 hours to see you, Ben.” Him: “Iya, Yang. Iya. Me: “So janji pulang jam 7 benar lho.” Him: “Iya.”
I think I’m just gonna order
room service for lunch and go back to sleep. Jetlag-nya bikin ngantuk-ngantuk
lemes gini.
Setelah makan, Alexandra
kembali tertidur tanpa mempedulikan suara berisik yang terdengar di depan pintu
kamarnya. Lama-kelamaan suara itu semakin keras. Sunyi… Tak lama terdengar suara
mirip ketukan meski kurang mantap. Dengan
terseret-seret akhirnya Alex melangkah menuju pintu. Ia mengira Beno
pulang lebih cepat tapi saat membuka pintu perasaan aneh mulai menghinggapi
dirinya, tak ada siapa pun di sana. Ingin buru-buru menutup pintu tapi belum
sempat melakukannya tiba-tiba ada sesuatu berbulu yang menggelayuti kakinya. Ia
sempat mematung dan mulai gemetar tak sanggup untuk melihat ke bawah. Berniat
berlari tapi terlalu berat, cengkraman di pergelangan kakinya terlalu kuat.
Akhirnya, Alex mengumpulkan keberanian untuk melirik ke bawah dan… ternyata
sesuatu berbulu itu seekor anak beruang lucu namun tampangnya sangat
menyedihkan tak ubahnya seperti dirinya yang habis ketakutan.
“Bagaimana anak beruang
ini bisa ada di sini?”
Alex kembali mengecek tapi
tak ada seorang pun di sekitar situ. Masih lelah, ia memutuskan untuk nanti saja
mengurus masalah beruang. Lagi pula beruang itu nampak bersahabat jadi lebih
baik ia mengajaknya masuk, hitung-hitung ada yang menemaninya sampai Beno
pulang.
Belum sampai 20 menit,
tiba-tiba terdengar suara langkah yang ramai di lorong disertai dentuman mirip suara
langkah Hulk meski lebih rendah. Alex tak berani mengintip melalui lubang yang
ada di pintu, ia hanya berdiri diam. Anak beruang yang bersamanya hanya mengeluarkan
suara kecil lebih menyerupai cicitan ketakutan dari pada geraman menakuti. Tak
butuh waktu lama hingga langkah itu berhenti di depan pintu. Senyap… Kemudian… “BUKK,”
pintu hancur. Di hadapan Alex berdiri sosok yang menyeramkan dengan mata merah,
isi perut yang telah terkoyak dengan beberapa bagian keluar dan menggantung.
Darah yang mulai mencoklat meski ada beberapa bagian yang masih merah terutama
di bagian lengan. Ya, dia baru saja digigit dan dia tak datang sendiri di
belakangnya berdiri pegawai-pegawai hotel dan orang-orang yang menginap di
hotel itu, berdesakan ingin memasuki kamar. Raut muka mereka tak bersahabat
lagi seperti saat Alex baru datang ke hotel itu. Wajah-wajah kelaparan, darah merah
kecokelatan di bibir dengan pakaian compang-camping serta tubuh yang tak sempurna
lagi, beberapa bagian terkoyak menampakkan daging. Mereka terbilang masih
segar, jika pernah melihat sapi yang baru mati karena sakit tapi tetap dijual
seperti itulah kelihatannya daging mereka. Tak segar tapi tetap daging, mungkin
kita pernah memakannya di bakso atau sup. Siapa yang tahu?
Mereka zombie yang tak
pernah kenyang semakin mendekat ke arah Alex, termasuk sosok besar menyeramkan
tadi yang ternyata adalah beruang dewasa. Alex semakin mundur ketakutan tak
tahu apa yang harus dilakukan, ia masih menggendong anak beruang. Ia yang sekarang
berada di dekat jendela mengumpulkan keberanian dan kekuatannya kemudian
melempar anak beruang ke arah muka beruang dewasa. Cakar-cakar kecil anak beruang
berhasil melukai muka beruang dewasa dan mengalih perhatiannya serta zombie
yang lain. Keadaan ini dimanfaatkan Alex untuk mencoba meloncat dari jendela.
Tapi…
“Ting…tong…”
Sudah hampir jam 6,
Alex yang masih keringat dingin buru-buru membuka pintu. Beno telah pulang
namun ada yang aneh… Di mukanya terdapat bekas cakaran meski tak terlalu
panjang dan dalam.
Di-twist dari
Twivortiare, halaman 161-162.
(Kurang masuk akal?
Suka-suka sayalah, kan saya yang tulis. Lagian itu cuma mimpi, bisa ngawur. :p)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar