Senin, 16 November 2015

Review Finding Audrey (Aku, Audrey) by Sophie Kinsella






Sebagai penggemar Sophie Kinsella, saya termasuk terlambat membeli dan membaca bukunya yang satu ini. Maklum saja, saya tinggal dipelosok. Finding Audrey merupakan novel young adult pertama yang ditulis SK. Selama ini, ia lebih dikenal sebagai penulis chick-lit. Siapa  tak kenal Becky Bloomwood  tokoh utama dalam The Shopaholic Series yang dengan “kegilaannya” berhasil membuat pembaca terpikat dan sulit untuk lupa. Saat .tahu bahwa buku terbaru SK adalah YA dan dia menulisnya hanya sebulan, saya semakin penasaran. Akankah novel kali ini semenarik novel-novelnya terdahulu?

Sampul, saya tidak ingin melewatkan membahas ini. Sampul Finding Audrey yang beredar internasional berbeda dengan yang beredar khusus di Indonesia tapi bagi saya dua-duanya menarik. Cover internasionalnya lebih terasa bila tokohnya mengalami ganguan kecemasan, gadis dengan kacamata hitam, warna baju dengan motif garis-garis yang sama seakan dia ingin menyembunyikan diri, pemilihan warna yang calm (itu warna mint dan hijau tua kan? Bayangkan jika warna yang dipilih hitam dan putih!), dan tangannya, beberapa orang saat gugup melakukan itu. Cover Indonesia, terus terang walau tahu novel ini tentang apa tapi saat melihatnya justru merasa ini musim panas dan saya harus jalan-jalan. Tapi, dipikir lagi, cover ini cocok kok, seorang gadis yang bersembunyi dibalik kacamata hitamnya sedang melakukan perjalanan menemukan dirinya yang sesungguhnya. Membahas sampul sampai seperti ini mungkin akan ada yang berpikir bahwa saya sangat peduli padahal biasa saja. Bahkan, biarpun sampulnya mirip sampul skripsi saya bakal terima asal ceritanya bagus. Sebaliknya, secantik apapun sampulnya kalau isinya ecek-ecek menjengkelkan ya entah di mana buku itu berakhir.

Finding Audrey (Aku, Audrey) dimulai dengan kehebohan dalam keluarga Turner. Anne, ibu Audrey, ingin membuang komputer Frank (kakak Audrey) dari jendela karena ia menganggap anaknya kecanduan game Land of Conquerors (LOC), kali ini Chris (ayah Audrey) berhasil membujuknya. Anne tiap hari membaca Daily Mail, dia membaca artikel tentang gejala anak kecanduan game komputer sebulan sebelum kejadian itu. Melihat anaknya yang tiap hari selama berjam-jam terus berada di depan komputer, ia akhirnya benar-benar murka. Membaca adengan di bab awal saja sudah membuat saya yakin novel ini bakal seru, selera humor Sophie Kinsella tetap terasa. Lalu bagaimana dengan kisah tokoh utama kita?

Kisah tentang Audrey dikupas setahap demi setahap mungkin ini juga yang membuat porsi Frank terlihat lebih banyak. Walau seperti itu, tanpa adanya kisah Frank bagaimana Linus akan dihadirkan dalam kehidupan keluarga Audrey? Audrey, gadis 14 tahun yang mengalami gangguan kecemasan akibat di-bully di sekolahnya kini tinggal di rumah menunggu untuk bersekolah lagi di tempat yang baru. Dia tinggal di rumah dengan memakai kacamata hitam, hanya melepas dan bisa menatap langsung ke mata adiknya yang berumur 4 tahun, Felix. Dia hanya keluar untuk konsultasi dengan dokter Sarah, selebihnya tidak hingga ia bertemu Linus, teman Frank. Linus dengan caranya membuat Audrey menuju arah yang positif dan tentunya ini juga berdampak  baik bagi keluarga Turner.

Saat membaca bagian Izzy (salah satu siswa yang mem-bully) bertemu Audrey, saya semakin mengerti mengapa SK tidak menjelaskan apa saja yang terjadi pada Audrey sebelumnya. Tapi, yang penasaran mungkin bisa menyimpulkan dari surat balasan orang tua Audrey pada orang tua Izzy dan dari pemaparan Audrey tentang sosok Izzy serta teman-temannya, kita bisa membayangkan apa yang sanggup mereka lakukan. Menurut saya yang terpenting bukan apa yang terjadi sebelumnya tapi apa dampaknya dan bagaimana menghadapi serta menyelesaikannya. Bagaimana Audrey menghadapinya, perlahan atau tidak bergerak sama sekali. Di sini kita juga ditunjukkan bagaimana pentingnya peran keluarga atau orang terdekat membantu pemulihannya.

Cerita Frank dalam buku ini bukan sebatas jalan untuk memunculkan tokoh Linus tapi dari kisahnya tercermin kehidupan yang dihadapi remaja zaman sekarang. Banyak keluarga yang berada dalam hubungan seperti Frank dan orang tuanya. Saya tidak bisa menyalahkan ataupun membenarkan masing-masing pihak sepenuhnya, mereka perlu saling mendengarkan. Orang tua dan anak remajanya sekarang ini dibesarkan oleh dua zaman yang berbeda.

Saya memahami kisah Audrey dan keluarganya belum tentu sama dengan yang lain. Perlu membaca sendiri untuk mendapat pesan yang ingin disampaikan penulis lewat cerita ini. Yang pasti, YA pertama Sophie Kinsella sukses memukau saya.





”Tapi Audrey, begitulah hidup. Kita semua memiliki grafik bergerigi. Aku tahu aku begitu. Naik sedikit, turun sedikit. Begitulah hidup.” (halaman 332)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar