Minggu, 14 April 2013

Review Autumn Once More



Bingung sih bagaimana memulai mereview buku ini jadi anggap saja lagi nyerocos santai jangan dimasukkan di hati jika ada kata-kata yang tak berkenan. Jujur, saya beli buku ini karena pengen “kenalan” dengan Bapak Aldebaran Risjad. Ada yang merasa familiar dengan nama ini? Yup, jika kalian pembaca karya-karya Ika Natassa pasti sudah tahu. Kenal Harris Risjad yang PK di Antologi Rasa? Nama belakangnya mirip kan? Ya kaliii... mereka memang kakak-adik. Pokoknya saya cuma beli karena itu, peduli amat sama porsinya yang cuma seiprit. Dan, agak jahat sih, peduli amat sama cerita-cerita lainnya. -.-v
Buku ini memang kumcer alias kumpulan cerpen yang dikeroyok sama beberapa penulis dan beberapa editor GPU. Tapi, yang saya tahu dan pernah baca bukunya cuma k’ Ika. Maaf! Kalau editor sih wajar ada yang g’ saya tahu tapi penulis yang karyanya sudah banyak? Mau gimana lagi kalau memang saya tidak pernah baca bukunya. Tapi, sekarang saya sudah baca meski sebatas cerpen. Menurut saya, bagus juga tidak ada yang pernah saya baca sebelumnya jadi acara membanding-bandingkan di otak yang tak seberapa ini semakin tidak ribet. So, mari kita bahas satu per satu cerpen yang ada dalam kumcer ini (lagi g’ malas)!

1.      Be Careful What You Wish For (Alia Zalea)
Awalnya si tokoh Aku ini tidak terlalu memperhatikan Gonta, dia lebih memperhatikan Mahendra yang terkenal paling ganteng seantero perusahaan. Butuh waktu lama akhirnya dia sadar dengan keberadaan Gonta, ya orang jatuh cinta segala informasi pun dicari dari dunia nyata sampai maya pun digali. Tapi, suatu kejadian menjadi titik awal mereka akhirnya tak bertemu hingga beberapa bulan kemudian. Bagaimana janji (menurutku sih harapan) yang dia rangkai saat tak pernah bertemu Gonta lagi?
Rasanya datar dan sudah biasa mungkin karena ruang cerpen terlalu sempit untuk berkembang bagi cerita ini. Di beberapa bagian, terutama penggambaran tokoh Gonta, saya sempat senyum-senyum tapi sayangnya tidak berkembang jadi berbunga-bunga.

2.      Thirty Something (Anastasia Aemilia)
Rachel adalah seorang wanita yang berumur 30-an. Dia hidup dalam keluarga ya tahulah gimana kalau seorang wanita berumur masih lajang. Eyangnya kemudian menjodohkan sampai dia bertunangan. Sebenarnya sudah lama dia memendam rasa pada Erik temannya sedari SMA yang kini akan pindah ke Jepang untuk bekerja. Saat pesta perpisahan mereka Erik tiba-tiba menyatakan perasaannya yang ternyata juga mencintai Rachel. Mana yang akan Rachel pilih?
Pengen teriak-teriak di bagian akhir cerita ini, mungkin jika saya di situasi yang sama akan mengambil langkah yang sebaliknya atau mungkin juga sama. Mengalir, cukup puas dengan ramuan ceritanya hingga akhir.

3.      Stuck With You (Christina Juzwar)
Terjebak beberapa kali dalam lift dengan orang sama, ganteng, jabatan ok, tapi jutek. Mau?
Ceritanya lagi-lagi sebenarnya biasa dan pasti ada yang mempermasalahkan liftnya macet berkali-kali. Saya anggap saja itu campur tangan Tuhan. Yang pasti setelah membaca cerita ini jadi pengen ngesot di lift dan kayaknya bakal senyum-senyum kalau ingat cerita ini saat di lift.

4.      Jack Daniel’s vs Orange Juice (Harriska Adiati)
“Assalamu’alaikum, Pak Haji!”
Ngakak karena saat bagian ini yang saya bayangkan iklan obat batuk. Salut sama yang nulis, cewek tapi jadi tokoh cowok di cerpen ini. Baca sendiri saja deh, asyik, dan ya…ya…cinta bisa merubah seseorang.

5.      Tak Ada yang Mencintaimu Seperti Aku (Hetih Rusli)
Sumpah saya g’ ngerti meski akhirnya tahu juga inti ceritanya. Entah otak saya yang bermasalah atau gimana. Mungkin bakal lebih dapat seandainya gaya berceritanya sedikit berbeda atau setidaknya tokohnya bernama.

6.      Critical Eleven (Ika Natassa)
Cerita ini sebenarnya saya simpan buat dibaca terakhir dan itu benar-benar saya lakukan. Bagi yang tidak tahu jika cerita ini akan berlanjut dalam sebuah novel utuh mungkin akan terasa datar walau setiap kalimatnya sangat bisa saya nikmati. Akhirnya juga bakal terasa digantung atau ada yang menebak bahwa Ale dan Tanya tidak akan pernah lagi bertemu. Sebenarnya ini g’ cukup sih buat kenalan sama Ale tapi yang menulis kasihnya cuma segini. Mau teriak-teriak supaya diselesaikan cepat tapi nanti lahir premature, bukan berarti yang lahir premature selalu berujung tidak baik. Saya sabar menanti sajalah sambil menghafal 15 halaman ini (sedih).
Critical Eleven ini sebenarnya tentang apa? Cari tahu sendiri saja ya… Saya mau ikut abang Ale ke rig, dia 200 hari per tahun di tempat itu bosan jadi mau ditemani. Menemani seumur hidup juga g’ apa-apa, mendaki gunung dan berburu juga boleh (mulai ngawur). Selamat menanti #TeamAle!

7.      Autumn Once More (Ilana Tan)
Cerita ini merupakan side story dari novel Autumn in Paris karya Ilana Tan. Saat itu Tara dan Tatsuya ke Disneyland Paris, di sinilah Tatsuya menyadari pertama kali bahwa dia jatuh cinta pada Tara. Biasa saja, datar menuju bosan, mungkin saya akan merasa sedikit tersentuh jika membaca satu novelnya langsung. Entahlah…

8.      Her Footprints on His Heart (Lea Agustina Citra)
Ariana akan menikah dengan Rendy. Tapi, tiba-tiba Anne yang merupakan cinta pertama Rendy muncul. Wanita yang dulu tiba-tiba menghilang tanpa penjelasan.
Suka, meski sudah saya tebak dari awal bagaimana akhirnya. Bikin senyum-senyum, tepatnya sedikit mengusik ingatan saya. Hmmm…

9.      Love is a Verb (Meilia Kusumadewi)
Apa yang penting buat cewek belum tentu buat cowok. Buat kaum Adam mungkin itu hal sepele tapi bagi kaum Hawa sebaliknya.
Masalah biasa sih sebenarnya tapi ya lumayanlah cara berceritanya jadi cukup menyenangkan saat membaca cerita ini.

10.  Perkara Bulu Mata (Nina Addison)
Gara-gara baca judulnya saya malah kedip-kedipin mata dan menyentuh bulu mata. Pas baca, ternyata oh ternyata. Menghibur, ada bau-bau klo pernah nonton Friends tahulah maksudnya bahkan dalam cerita ini disebut kok. Bolehlah, saya suka tentang ide bulu matanya ini sih.

11.  The Unexpected Surprise (Nina Andiana)
Setelah baca cerita ini jadi semakin pengen pulang ketemu mama dan papa. Ketemu ya paling juga berdebat, baikan, ketawa, cerita ini dan itu. Sama dengan hidup kita, dalam cerita ini ada the unexpected surprise juga.

12.  Senja yang Sempurna (Rosi L. Simamora)
Dari semua cerpen, cerita ini yang paling beda terutama gaya bertuturnya. G’ sulit sebenarnya memahami kalimat-kalimat indahnya, tipe yang kadang saya suka kadang tidak.

13.  Cinta 2x24 Jam (Shandy Tan)
Awalnya saya mengira tokoh Aku adalah pegawai cewek yang ikut menguping acara rumpi pegawai cewek lainnya di ruangan TU. Pas tokoh Lingga muncul baru deh saya sadar siapa sebenarnya yang sedang berbicara. Dari awal gaya bertutur penulis sebagai tokoh Aku sudah mengingatkan saya pada gaya Sophie Kinsella di Twenties Girl. Setelah sadar dengan tokoh Aku, ingatan saya justru bercampur dengan siluman buah persik (kalau g’ salah) dari kisah Kera Sakti (demi apa?). Saya menikmati cerita ini termasuk (?) kejutan yang menggelikan sebelum cerita benar-benar berakhir.

Setelah membaca kumcer ini, lumayanlah bisa membuat senyum-senyum sendiri walau terkadang berkerut dan bosan juga. Cerpen karya beberapa editor g’ kalah kok dari yang memang kita kenal sebagai penulis. G’ menyesallah belinya apalagi sekalian beramal karena seluruh royalti buku ini akan disumbangkan.  

Minggu, 07 April 2013

Me n' Ika Natassa's Books


Ini perut saya lagi nyeri jadi pengennya cerita yang ringan-ringan saja.  Sebenarnya kejadian ini terjadi sebulan yang lalu. Waktu itu saya ke toko buku, g’ niat beli sih, cuma menemani senior yang lagi masuk kota karena dia bertugas di pedalaman (kalau dia baca ini, gigiku bisa-bisa dicabut). Seperti biasa, manusia yang terdampar g’ tentu arah di toko buku ya semua rak, terutama novel, pasti ditongkrongi dengan harapan g’ ada yang kecantol (ini kalau lagi bangkrut). Lagi berdiri di depan rak novel, tiba-tiba ada beberapa orang wanita berbaju dinas lagi sibuk memilih novel. Dari lagaknya sih mereka juga tanpa tujuan jelas alias g’ tahu mau beli novel yang mana. Kecurigaan saya ternyata benar, tiba-tiba salah satu dari mereka nyeletuk ke temannya, “Pilihin novel yang bagus buat saya dong!” Ini dia pakai logat Makassar tapi saya langsung terjemahkan saja. 
Dasar jiwa penjual saya lagi gatal ingin keluar (kayak roh numpang-numpang) akhirnya saya hampiri juga dan menyarankan (halusnya sih, sebenarnya lebih ke nyerocos) agar dia beli Antologi Rasa. Seandainya semua buku yang ditulis Ika Natassa ada di situ pasti saya rekomendasikan semuanya. Hasilnya, dia peluk juga buku itu tapi saya g’ tahu sih kalau sampai kasir. Kalau sampai dia beli pun saya berharap suka. Kalau g’, ya semoga g’ ketemu saya (takut minta ganti rugi)
Pengalaman seperti ini sebenarnya bukan yang pertama kali tapi biasanya dengan orang yang saya kenal atau dengan teman-teman dekat. Kalau dengan mereka sudah bisa saya pastikan sampai bukunya di beli. Untungnya opini dari mereka bagus-bagus sampai ada yang ketagihan. Intinya sih jika buku itu bagus maka saya tidak akan segan-segan untuk mempromosikan biarpun dengan orang yang tidak pernah kenal sebelumnya.
Udah ah, ceritanya segitu saja. Sekarang, mau minta gaji ke k’ Ika, hitung-hitung buat ganti duit saya yang akhirnya beli satu novel waktu itu (minta di lempar wajan lagi). :p

Review 99 Cahaya di Langit Eropa: Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa




Novel Islami yang ditulis berdasarkan pengalaman pribadi penulisnya saat tinggal di Austria dan berkesempatan mengunjungi beberapa negara di Eropa. Bukan hanya bercerita tentang sejarah Islam di Eropa tapi buku ini juga membawa kita berkeliling menapaki jejak-jejak peninggalannya. Memberi pengetahuan tentang bagaimana Islam di Eropa sekarang ini. Gambaran kehidupan masyarakat Islam Eropa sebagai minoritas. Diceritakan secara gamblang, runut, dengan gaya yang ringan mebuat kita tidak akan bosan membacanya hingga akhir. Tidak menggurui namun membuka pikiran dan menambah wawasan. Kita diajak seakan sedang berlibur menikmati tempat-tempat indah di Wina, Paris, Cordoba, Granada, dan Istambul. Namun, dalam pejalanan itu kita dapat merasakan bahwa ini bukanlah wisata semata…

*Gaya menulis review yang tidak biasanya dari saya karena sebenarnya dibuat untuk majalah tapi ternyata tidak jadi dikirim.

Review Berjalan di Atas Cahaya



Hampir sebulan yang lalu akun twitter Gramedia mengunggah foto sampul buku terbaru Hanum Salsabiela Rais dan mengumumkan bahwa akan terbit beberapa hari lagi. Kebiasaan saya saat mengincar buku adalah menyimpan foto sampulnya di handphone begitu pula dengan buku ini. Sudah bisa dipastikan saya tidak akan berpikir dua kali untuk membeli seperti kejadian dengan buku sebelumnya yang terus-menerus tertunda. Oke!... Buku “99 Cahaya di Langit Eropa” sebenarnya tidak saya dapatkan dengan merogoh isi dompet sendiri melainkan hadiah sebagai pemenang #ResensiPilihan dari akun @Gramedia tahun lalu. Saya harus berterimakasih karena mendapatkan banyak hal dari buku ini. Dari buku ini pula saya mulai jatuh cinta dengan karya mba’ Hanum dan berniat untuk mengoleksinya.
“Berjalan di Atas Cahaya” dari sampulnya kita sudah bisa tahu bahwa kisah dalam buku ini masih akan berlatar Eropa. Tidak jauh berbeda dengan buku terdahulu, sampul buku ini juga masih terdapat gambar beberapa bangunan terkenal dari negara-negara di benua biru meski tidak sejelas buku sebelumnya. Yang menjadi pembeda kali ini ada gambar wanita berjilbab berjalan di atas warna kuning-orange yang saya anologikan sebagai cahaya seperti saat menggambar matahari lazimnya kita menggunakan dua warna ini. Kenapa wanita berjilbab? Mungkin karena penulisnya adalah wanita muslim yang melakukan perjalanan ke Eropa dan penggunaan jilbab/hijab merupakan isu yang “seksi” di sana.
Membaca cerita pertama dalam buku ini, bahkan dari prolog, kita sudah bisa memperkirakan bahwa cerita-cerita yang disajikan kali ini tidak akan berfokus pada peninggalan Islam di Eropa dan cerita penulis terutama ketika mengunjungi tempat-tempat yang menunjukkan bahwa Islam pernah ada di sana. Buku ini lebih personal, lebih melibatkan banyak tokoh, banyak cerita yang membuat kita tahu perjuangan umat muslim, terutama wanita apalagi yang berhijab, sebagai minoritas di tengah masyarakat Eropa dan bagaimana sebaliknya mereka dipandang. Cerita-cerita yang membuat saya ingin semakin mendekatkan diri dengan Tuhan. Tidak terlalu mengherankan mengapa cerita dalam buku ini lebih beragam karena sebenarnya mba’ Hanum kali ini tidak bercerita sendiri. Ada dua orang lainnya yang ikut menuturkan kisah mereka. Tutie Amaliah, seorang ibu dua putri yang ikut suaminya bekerja di Austria dan dia juga menyelesaikan gelar MBA-nya di sana. Wardatul Ula, mahasiswa yang sedang kuliah S1 di Turki.
Buku yang terdiri atas 19 cerita ini dimulai dengan kisah mba’ Hanum yang tahun lalu melakukan liputan Ramadhan bersama salah satu tv swasta ke Eropa. Ada dua masalah besar yang dihadapi waktu itu, anggaran yang hanya USD3.000 untuk biaya liputan dan akomodasi 3 orang selama 18 hari dan bagaimana liputan mereka sesuai target dan tujuan program. Melihat anggarannya saja untuk ukuran Eropa tidak akan cukup tapi toh akhirnya jadi juga. Di bagian ini penulis menceritakan bagaimana hal itu bisa terjadi dan melalui foto-foto yang disertakan kita seakan berkenalan dengan orang-orang yang membantu dan terlibat dalam suksesnya liputan tersebut.
Beberapa cerita berikutnya merupakan hasil liputan saat mereka bertemu para talent. Dengan gaya bercerita mba’ Hanum, saya bisa merasakan ikut serta dalam perjalanan yang dilakukannya. Semua cerita dan talent yang ditemui bagi saya sangat menarik serta memberikan hal-hal yang berbeda. Salah satu talent-nya adalah wanita berhijab dari Indonesia yang bersuamikan warga Swiss. Mereka tinggal di Ipsach, Biel, Swiss dan dia bekerja di salah perusahaan jam tangan terkenal dunia.
Selain menyajikan cerita semasa liputannya, dalam buku ini ada juga beberapa cerita semasa mba’ Hanum masih tinggal di Austria dan tentu saja beberapa cerita dari 2 penulis kontributor. Tidak kalah menarik, saya tidak tahu bagaimana mengistilahkannya tapi secara pribadi saat membaca buku terdahulu apa yang saya rasakan tersentil melalui sejarah dan bagunan-bagunan yang dikunjungi. Kini, saya merasa lebih pada hubungan manusia dengan manusia. Ya, tentu keduanya melibatkan Tuhan di dalamnya. Membaca buku ini mau tak mau juga membuat saya membanding-bandingkan Indonesia dengan negara-negara yang menjadi latar kisah ini. Ada hal yang patut disyukuri dan ada hal yang membuat miris.
Tak ada sesuatu yang luput dari kekurangan begitu pula dengan buku ini. Sebenarnya mungkin tingkat kepuasan saya saja yang tak terbatas hingga menganggap ceritanya kurang banyak dan foto-foto yang disertakan, meski saya penggemar B&W style, alangkah lebih bagus bila berwarna. Terlepas dari semua hal yang saya anggap kurang yang terpenting adalah bagaimana kita mengambil manfaat dari buku ini.

“Dan Allah menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan, dan Dia mengampuni kamu, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS. Al Hadid: 28)
“Inilah ayat Al-Qur’an yang menuntut kita mencari ilmu dengan panca indra yang kita miliki. Sebuah tuntutan melakukan perjalanan ilmu dari siapa pun yang kita temui dan apa pun yang kita jumpai. Karena setiap apa yang kita lihat, dengar, dan rasa, adalah dari-Nya.” (halaman ix)

“Aku ingin menjadi orang yang pertama kali mengatakan tak ada gajah terbang di langit. Aku akan katakana, hanya orang-orang tak berpendirian, tak mau berpikir, dan takut menyatakan kebenaranlah yang melihat gajah terbang.” (halaman 74)