Selasa, 15 Mei 2012

Twivortiare by Ika Natassa

Seumur-umur saya tidak pernah mengoleksi novel yang penulisnya orang Indonesia, melirik raknya pun jarang (terserah deh orang mau bilang apa, sekarang saya mulai tobat kok). Tp, setelah baca Divortiare, saya akhirnya memutuskan untuk mengoleksi semua buku Ika Natassa. Damn, sekarang saya merasa bangkrut sekaligus puas.

Di Divortiare kita ditinggalkan pada ending yang 'ya... lo pikir saja sendiri lanjutannya setelah Beno dan Lexy (lebih suka panggilan ini) sama2 ke NasGor Sabang yg fenomenal itu!' Bagi orang kepo tingkat dewa seperti saya, bakal tersiksa deh menerka-nerka bagaimana perjalanan hidup mereka nantinya. Saat Twivortiare sudah ada ditangan dan saya mulai membaca, yang saya tahu setelahnya kekepoanku masih tidak akan terhenti. Penyajian cerita dengan gaya ngetwit seakan membuat kita merasa memiliki teman yang menceritakan kehidupannya dan itu terasa nyata. Novel ini menunjukkan sesuatu secara sederhana but ngena banget. Twit Lexy yang saya suka banget dari Twivotiare ini '...it's impossible for us to find a perfect spouse if we model him/her toward someone, atau toward our own sets of criteria.' N', di bagian akhir buku ini justru saya dibuat menangis gara-gara suratnya Beno ke Lexy, melegakan sih... :)

Pesan saya, beli bukunya dan tetaplah follow @alexandrarheaw, ceritanya belum berakhir selama kita masih kepo. :p

XOXO

*Suatu saat saya akan review buku ini dengan lebih baik beserta buku k' Ika Natassa yang lain. Belum sempat booo... -.-v
*Buku yang saya punya limited terbitan nulisbuku dan sudah g' diproduksi lagi jd klo mau, selamat menunggu  terbitan Gramedia meluncur kepasaran beberapa bulan lagi. :)

Le Petit Prince: Pangeran Cilik by Antoine de Saint-Exupéry


Sudah berkali-kali saya berkunjung ke toko buku dan berkali-kali pula saya melewati rak tempat Le Petit Prince dipajang. Hanya berlama-lama memandangi sampulnya kemudian berlalu, mungkin karena tidak masuk dalam daftar buku yang ingin saya beli waktu itu. Sampai suatu saat saya iseng-iseng mampir di toko buku, tidak ada yang dibeli selain majalah, maka jadilah buku ini saya beli. Itu pun saya mempertimbangkan cukup lama mulai dari sampul sampai sinopsis di cover belakang buku. Sinopsisnya sangatlah menjamin, di situ dijelaskan bahwa buku ini termasuk buku yang paling banyak diterjemahkan. Logikanya sederhana, mana ada penerbit yang mau kalau buku itu tidak berpotensi akan laris.
Dari sampul, buku ini cukup sederhana, anak kecil berambut kuning berdiri di atas planet tempat ia tinggal dengan gunung api yang masih aktif dan tidak aktif, 4 tangkai bunga, sebatang pohon kering, semuanya lebih kecil darinya. Dia mungkin sedang menatap bintang, matahari, planet lain, dan mungkin bulatan kecil itu adalah bulan. Ya… ternyata itu memang tempat tinggalnya yang kecil, saking kecilnya ia pernah 43 kali melihat matahari terbenam dalam sehari. “Dunianya” yang begitu kecil, yang ku maknai sebagai dunia anak yang sederhana.
“Orang dewasa tidak pernah mengerti apa-apa sendiri, maka sungguh menjemukan bagi anak-anak, perlu memberi penjeasan terus-menerus.” (halaman 8-9)
Kisah ini dimulai dari tokoh Aku yang menceritakan masa kecilnya di mana orang dewasa telah mematahkan semangatnya untuk menjadi seorang pelukis. Terkadang orang dewasa melarang dan memerintahkan ini dan itu tanpa sadar akan dampaknya yang mungkin saja terbawa sampai anak itu besar nanti.
Saat dewasa, tokoh Aku akhirnya jadi seorang penerbang yang kemudian pada bagian ke II buku ini pesawatnya jatuh di gurun di Afrika. Sedikit melenceng, Antoine de Saint-Exupéry (penulis) dalam kehidupannya sangat mencintai dunia penerbangan, dia adalah seorang pilot yang pernah bertugas di berbagai belahan bumi ini. Dia juga pernah jatuh di gurun Libya dan hampir mati kehausan selama 3 hari sebelum diselamatkan. Kembali ke tokoh Aku yang terdampar di gurun jauh dari peradaban, di sinilah ia kemudian bertemu Pangeran Cilik yang tiba-tiba muncul dan memintanya mengambarkan domba. Tentunya agak sulit bagi ‘Aku’ untuk menggambarnya karena setelah peristiwa masa kecilnya tak pernah sekalipun ia melakukanya lagi.
Setelah perkenalan mereka, sedikit demi sedikit cerita tentang asal-muasal Pangeran Cilik terkuak. Kisah tentang planet tempat tinggalnya. Kenapa ia meninggalkan tempat tinggalnya itu. Tempat-tempat yang ia singgahi sebelum mencapai bumi, mulai dari bertemu seorang raja, orang sombong, pemabuk, pengusaha, penyulut lentera, sampai bertemu ahli bumi yang masing-masing dari mereka tinggal di planetnya sendiri-sendiri. Lalu Pangeran Cilik akhirnya sampai di Bumi, ia menggambarkan planet ini sangat menarik. Perjalanannya di atas bumi yang bertemu dengan ular berbisa, bunga berkelopak 3, naik gunung yang tinggi, bertemu 5 ribu mawar yang mirip dengan sebatang mawar yang ada di planetnya, “menjinakkan” rubah, bertemu tukang wesel kereta api dan, pedagang pil canggih. Sampai kemudian bertemu dengan tokoh Aku dan nantinya berpisah untuk selamanya.
Walau setiap bagiannya hanya dijabarkan paling banyak 10 halaman beserta ilustrasi gambar, tetap tidak mempengaruhi pesan yang ingin disampaikan, permainan katanya pun sangat menarik. Setiap tokoh yang dia temui seakan mewakili watak manusia yang ada di bumi ini. Saya menyukai keseluruhan novel ini, sebagai seorang wanita saya menyukai bagian saat Pangeran Cilik bercerita tentang sebatang mawar di planetnya dan dialognya dengan rubah yang “dijinakkannya”.
“Inilah rahasiaku. Sangat sederhana: hanya lewat hati kita melihat dengan baik. Yang terpenting tidak tampak di mata.” (halaman 88)
“Tetapi kamu tidak boleh melupakannya. Kamu menjadi bertanggung jawab untuk selama-lamanya atas siapa yang telah kamu jinakkan. Kamu bertanggung jawab atas mawarmu…” (halaman 88)
Keseluruhan cerita ini bagi saya seakan memperlihatkan tahap kehidupan manusia dari ia kecil, dewasa, sampai ajal menjemput. Hubungan dengan sesama manusia, makhluk lain dan, alam sekitar. Nilai-nilai hakiki sebagai manusia dijelaskan secara sederhana namun mendalam melalui mata anak-anak. Cerita anak yang mungkin terkadang dianggap sepele tapi patut untuk direnungkan terutama bagi kita orang dewasa. Orang dewasa yang sering memperumit hal yang seharusnya sederhana. Orang dewasa yang dalam dirinya masih ada sifat kekanak-kanakan. Orang dewasa macam apa kita?
Bagaimana pun masa kecil yang dialami terkadang kita merindukannya dan ingin kembali ke sana.
Mungkin ini yang ingin disampaikan penulis di akhir bukunya. Tapi, saya hanyalah manusia biasa yang belum cukup memahami hidup hingga tak dapat memahami apa yang nyata. Begitu pula dalam menafsirkan apa yang disampaikan dalam buku ini. Ya…hidup selalu penuh misteri namun itulah yang membuatnya menarik (nampaknya saya meminjam kalimat dan belajar banyak dari buku ini).