Senin, 30 Desember 2013

Drama Korea and Me 2013

Di drama ini akting Yoona kelihatan banget lebih berkembang, saya malah suka banget dia di sini

Berhubung kita sudah berada di penghujung tahun 2013, saya ingin bercerita sedikit. Tahun ini bukan tahun yang terlalu baik buat saya, terutama karena sering sakit tapi sakit itu juga nikmat lho. Allah masih mengingat saya, masih mau menegur, jalani saja dengan tabah, berdoa, dan berusaha untuk sembuh. Alhamdulillah tidak terlalu parah. Cerita ini bukan tentang sakit atau kisah-kisah pribadi  lainnya karena saya bukan tipe orang yang menceritakan hal-hal seperti itu apa lagi secara gamblang. Kali ini saya cuma mau membahas drama Korea yang menurut saya bagus. Hehehe...

Ada beberapa drama yang coba saya tonton tahun ini tapi sebagian besar berakhir di episode 1-4 alias episode coba-coba. Nah, inilah drama Korea terbaik versi saya tahun ini:

1. Nine
2. Secret
3. The Master's Sun

Cukup 1-3 saja ya... Pengen masukin Good Doctor sama The Suspicious Housekeeper tapi ya gitu deh... My Daughter Seo-Young juga bagus meski 50 episode tapi rasanya semua pas, g' ada adegan yang pengen dibuang supaya bisa lebih cepat selesai. Saya g' masukin karena ini drama dari 2012 tapi berakhir 2013, yang penting tahu saja kalau drama ini bagus juga.

Ngomong-ngomong soal drama yang mulai kemudian berakhir di tahun berbeda, saya sekarang sedang mengikuti drama Let's Eat yang setiap nonton bawaannya pengen makan, Prime Minister and I yang awalnya pengen g' nonton tapi demi akting LBS ahjussi akhirnya nonton juga, dan My Love From Another Star yang saya nonton karena lagi pengen saja.

*nanti kalau ada waktu tulisan ini saya bakal perbaiki kok :)


Review The Cuckoo’s Calling



Memulai sebuah tulisan bagi saya selalu susah, bisa lama padahal cuma memikirkan kalimat pertama. Nah, kalian baru saja membacanya, kalimat yang saya bilang susah itu. Abaikan saja ketidakteraturan saya dalam menulis karena review buku kali ini mungkin lebih tidak akan objektif dari sebelumnya. Anggap saja ini hanya cuap-cuap belaka dari orang yang akhir-akhir ini susah lega setelah membaca buku. Jadi, buku apa yang baru saya baca?


Yup, The Cuckoo’s Calling by Robert Galbraith. Tahu siapa dia? Kalau ada yang jawab tidak tahu padahal tiap hari dia salto-salto di media sosial, saya akan mempertanyakan apa dia membaca berita atau pernah menonton tv (boleh tersinggung :p).  Robert Galbraith bukanlah nama yang terkenal  sampai beberapa bulan lalu setelah sebuah rahasia terkuak. Nama itu adalah nama alias dari penulis tekenal dan kaya raya karena tulisan-tulisannya, J.K. Rowling. Kenapa dia memakai nama alias! Tulisannya kali ini benar-benar berbeda dari sebelumnya, nampaknya dia ingin melihat bagaimana reaksi “pasar” terhadap karya terbarunya. Sebelum rahasia siapa sebenarnya di balik nama itu, buku ini sudah mendapat tanggapan positif dari para kritikus yang menurut saya lebih sering kejam dan menyebalkan (lah saya juga kadang gitu). Namun, hal itu tidak terlalu membantu penjualan sampai media memberitakan bahwa J.K. Rowling penulisnya. Kenapa Robert Galbraith! Rowling suka nama Robert dan selalu terngiang-ngiang nama keluarga Galbraith, jadi deh. Menurut yang pernah saya baca, nama ini juga bisa diartikan ‘famous stranger’, cocoklah.

Sekarang, saya bahas isinya tapi dikit saja. Why! Ini novel kriminal yang jika terlalu banyak diceritakan orang lain justru menurut saya jadi tidak asyik. Kasus dalam novel ini bermula pada suatu malam yang dingin bersalju di London saat seorang supermodel jatuh dari ketinggian balkon flatnya. Oleh polisi, kasus ini hanya kasus bunuh diri, sang kakak justru ragu dan ia pun akhirnya menyewa detektif partikelir untuk kembali menyelidiki. Cormoran Strike awalnya agak ragu untuk menerima kasus ini, hidupnya kacau, namun tak dipungkiri keuangannya sedang dalam masalah. Saat menyelidiki kasus ini mau tak mau kehidupan pribadi dan masa lalunya pun ikut tersentuh, nyawanya ikut terancam. Yang saya jabarkan ini mirip sinopsis dari penerbit ya? Memang sengaja. :P

Setelah Harry Potter ini karya mba’ Jo (sok akrab) yang saya baca. Entah kenapa belum tertarik baca Casual Vacancy tapi terus terang sekarang penasaran bagaimana gaya bercerita mba’ Jo di novel itu. Di novel ini sendiri Rowling berhasil menyeret saya ikut serta dalam penyelidikan yang dilakukan oleh Cormoran Strike, benar-benar memutar otak. Ceritanya tersusun sangat apik, mengalir, sulit untuk dilepaskan jika sudah terlanjur membacanya. Sangat berbeda jauh dari Harry Potter (ya iyalah), The Cuckoo's Calling membuat saya melihat sisi lain dan kelihaian seorang Robert Galbraith alias J.K. Rowling. Selesai membaca buku ini terus terang saya sangat puas, lega sampai senyum-senyum sendiri. Beberapa orang mungkin akan bilang kasus dan motif seperti ini sudah biasa, saya juga pernah baca kasus seperi ini tapi yang perlu diingat jalan cerita, cara penulis meramu, eksekusi, dalam sebuah kasus selalu ada hal yang berbeda. Saya sangat menikmati karya berbeda dari Robert Gilbraith dan akan terus menanti karyanya. Menurut kabar akan ada sekuel dari cerita ini tahun depan, tidak sabar rasanya, semoga Robin putus dan jadian sama Cormoran (jahat).

Sabtu, 07 Desember 2013

Review Unfriend You



Demi apa hadiahnya ditambahkan kertas bergaris itu? :p *pura-pura g' ngerti*

Siapa sih yang punya hobi membaca g' senang mendapat hadiah buku? Nah, saya juga begitu. Cukup lama juga g' mendapatkan hadiah buku, ya g' heran karena saya memang jarang ikut giveaway. Kadang g' ikut giveaway itu cuma gara-gara ribet padahal g' ribet-ribet amat. Tapi buku yang mau saya bahas kali ini justru hasil giveaway. Jadi, waktu itu sebelum tidur saya 'guling-guling' di beberapa blog termasuk blognya mba' @iiphche yg ternyata lagi ngadain giveaway buku Unfriend You. Berhubung lagi merasa g' ribet ikut deh, cuma ngasih pendapat saja menurut yang saya pahami dan pernah alami, mencantumkan alamat email dan akun twitter beres deh. Waktu itu, g' berharap menang apalagi yang ikutan banyak sedangkan bukunya cuma satu. Tapi namanya rezeki ya dapat juga.

Sebenarnya kalau bukunya g' menarik saya mungkin g' ikutan juga sih... Buku Unfriend You ini temanya tentang bullying tapi g' dalam bentuk kekerasan fisik namun lebih ke mental meski demikian bagi saya sama berbahayanya. Baca buku ini bikin lebih tahu bahwa pelaku bullying pasti punya latar melakukan itu cuma kadang targetnya belum tentu ada salah sama dia, bisa saja cuma dipilih secara random. Cerita ini mengalir banget, rasanya kita ada di situ sebagai penonton yang pengen melakukan sesuatu tapi g' bisa. Sebelum bahas lebih jauh saya ceritakan sedikit tentang tokoh dalam buku ini.

Katrissa, dulunya hanya itik di Egan (Eglantine High School) tapi kemudian berubah jadi 'angsa'. Papanya sering pindah tugas maka dia pun harus berganti-ganti sekolah. Ditambah dengan suatu kejadian di masa lalunya, hal ini membuatnya sulit beradaptasi dan memiliki teman. Tapi mengapa dia tiba-tiba bisa masuk clique Aura dan Milani yang populer itu?

Priska, siswa baru yang awal kehadirannya telah membuat Katrissa tak nyaman apa lagi diam-diam dia nampaknya menyukai pacar Aura. Meski Priska dengan mudah masuk dalam clique mereka tapi dari sini pula masalah dimulai. Aura yang merasa pacarnya didekati memutuskan untuk memberinya pelajaran. Parahnya, hampir semua murid Egan pun ikut-ikutan hingga Priska tak ke sekolah lagi dan mencoba untuk bunuh diri.

Langit, cowok yang bagi 'angsa' seperti Aura tidak pantas untuk mendekat apa lagi jadi pacar. Langit ingin Katrissa membujuk Aura untuk menghentikan apa yang dilakukan terhadap Priska. Awalnya Katrissa hanya menutup mata meski tahu bahwa Aura sudah melewati batas. Saat dia mulai peduli justru serangan Aura berbalik padanya. Bagaimana nasib Katrissa? Kenapa Langit mau repot-repot ikut campur?

Setiap tokoh punya latar hingga memiliki karakter seperti dalam buku ini. Aura yang hampir cerita ini selesai baru diketahui kenapa dia nge-bully. Katrissa yang seakan menutup mata. Milani yang menurut saya seperti dayang-dayang meski stratanya tinggi. Priska yang tetap ingin masuk clique Aura meski cara yang harus dilalui salah. Langit yang ikut campur. Setiap tokoh dan konfliknya pas, tidak berlebihan menurut saya. Membaca buku ini saya merasa diajak untuk lebih menyelami psikologi korban dan pelaku bullying.

Meski menyenangkan membaca buku tapi bukan berarti saya tidak memperhatikan beberapa kesalahan yang cukup menggelitik. Contohnya, Aura yang memanggil Katrissa 'Kat', kemudian 'Rissa', lalu, 'Ris', hanya dalam jeda 2 lembar. Satu orang menggunakan 3 nama panggilan untuk 1 orang? Satu lagi, jarak rumah Aura dengan Katrissa di akhir kenapa jadi dekat dan bisa ditepuh dengan beberapa menit bersepeda padahal di awal jauh dan butuh memutar. Apa ada jalan pintas yang tidak bisa dilalui mobil?

Buku ini harus dibaca guru, remaja, orang tua, bahkan semua kalangan. Why? Karena sadar maupun tidak, langsung maupun tidak langsung bisa saja kita ikut sebagai penyebab atau kena dampak dari bullying ini.

Thank you mba' @iiphche, Dyah Rinni dan, Gagas Media!

*kalau mau baca blog giveaway-nya waktu itu di sini ya….

Selasa, 26 November 2013

Review The Miracle of Grace (Keajaiban Grace)





Buku ini sebenarnya telah beberapa minggu saya beli tapi baru sempat untuk membacanya, saking penasarannya saya mencuri-curi waktu. Pertama kali jatuh cinta pada karya Kate Karrigan saat membaca Recipe of A Perfect Marriage. Sejak itu saya terus mencari-cari dan menunggu karyanya diterbitkan dalam bahasa Indonesia. Tapi, baru tahun ini hal itu terwujud setelah penantian yang panjang.

Seperti sampul buku pertama Kate yang saya baca, sampul buku ini pun menarik. Terasa hangat dan membuat ingin pulang ke rumah dan bertemu ibu. Suasana rumahan pada sampulnya memang tidak jauh dari tema tulisan Kate, keluarga. Jika di buku pertama bertaburan bahan masakan, kali ini ada pot, bunga, perlengkapan berkebun. Bagi saya, ini mengambarkan kehidupan seorang ibu yang di hari tuanya hidup mandiri, mengerjakan rutinitasnya termasuk berkebun. Tapi apakah tokoh ibu dalam buku ini sama dengan yang saya pikirkan?

Grace adalah pengajar di sekolah putri St. Anne. Dia secara sukarela menjadi konselor bagi 400 muridnya yang masih remaja. Usianya sekitar 40-an dan berpisah dengan suaminya selama 8 tahun. Grace terkadang merasa bahwa ibunya bisa lebih hebat lagi. Dia tidak tinggal bersama ibunya namun hampir tiap hari mengecek keadaannya. Suatu hari Grace datang membawakan buku resep, tanpa sengaja menemukan daftar kegiatan harian ibunya. Dari situlah dia tahu bahwa ibunya mengidap kanker indung telur stadium akhir. Dia sangat terpukul bukan hanya karena mungkin saja ibunya tidak akan hidup lama lagi tapi juga karena mengetahui hal ini tidak langsung dari mulut ibunya. Bagaimana Grace akan menghadapi situasi ini ditambah lagi dengan sang suami yang telah dianggap belahan jiwanya tiba-tiba muncul dan meminta cerai karena telah menemukan wanita lain?

Eileen lahir pada tahun1943 di Ballamore, kota kecil di pantai barat Irlandia. Ayahnya jurutulis senior meski bukan orang kaya tapi cukup dihormati karena berpendidikan. Dia dibesarkan dalam keluarga Katholik yang cukup taat. Suatu kejadian mengubahnya meski masih percaya pada ajaran agamanya tapi imannya tak sama lagi. Ibunya kemudian mendaftarkannya ke kursus komersial di Dublin dan karena menyukai kehidupan di kota itu ia kemudian berusaha mendapatkan pekerjaan. Tak lama dia bertemu dengan John Blake, hidupnya semakin berubah saat tahu bahwa dirinya hamil sementara John telah meninggalkannya ke Prancis. Dia kemudian memutuskan pergi ke London dan karena waktu itu hamil di usia belia tanpa suami adalah aib maka dia menyerahkan anaknya untuk diadopsi. Beberapa tahun di London, dia bertemu kembali dengan John dan akhirnya menikah. Lahirlah Grace meski pernikahannya jauh dari kata bahagia. Eileen mendapatkan pekerjaan terakhirnya karena Grace mendorongnya. Dia memang terkadang merasa tak percaya diri dan Grace tahu itu. Tidak memberitahu Grace bahwa dirinya mengidap kanker pun karena dia tidak ingin anaknya khawatir dan justru akan mengambil alih keadaan. Eileen merupakan tipe wanita yang mandiri dan tak mau diatur. Waktu Eileen tak banyak, penyakitnya akan semakin parah. Kesalahan masa lalunya pun masih membayangi. Banyak yang ingin dilakukan untuk teman-temannya, dirinya, dan terutama untuk Grace. Bagaimana dia akan menyelesaikannya sementara hubungan dengan Grace pun tidak terlalu baik?

Cita rasa Irlandia selalu terasa dalam setiap karya Kate Kerrigan tak terkecuali “Keajaiban Grace” ini. Cerita ini diramu secara apik, tiap bab berselang-seling, meski di pertengahan ada 2 bab untuk satu tokoh, menceritakan tentang 2 tokoh utamanya. Mereka bercerita dari sudut pandangnya masing-masing tapi ada yang sedikit berbeda, Eileen bercerita dari masa lalunya hingga akhir secara runut sedangkan Grace bermula dari dia mengetahui ibunya sakit dan menghadapi semuanya meski akan ada alur mundur tapi lebih sebagai keterangan dalam bab yang sama. Beberapa orang mungkin akan menganggap gaya bercerita seperti ini mengganggu tapi bagi saya sangat mengasyikkan, membuat lebih penasaran, dan lebih nyata untuk menunjukkan bahwa masa lalu mempengaruhi masa kini dan mempengaruhi hidup orang lain. Bahasa yang digunakan dalam bercerita pun tidak berat dan mudah dicerna hingga membantu lebih menonjolkan kemandirian dan kebebasan tokohnya. Kalimat-kalimatnya tidak menggurui tapi lebih mengajak untuk menelaah masalah dan hubungan antar tokohnya.

Buku ini memang tidak ada masalah dari segi cerita sepanjang penglihatan saya tapi saat membaca tulisan dari Entirely-nya Louise MacNeice sebelum epilog yang ikut diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia itu agak mengganggu. Penggalan seperti ini lebih indah dan sederhana bila disajikan dengan bahasa aslinya. Bila tetap ingin diterjemahkan, lebih baik dengan tetap menyertakan aslinya.

Saat membaca buku ini, terpikir bahwa terkadang saya memang melakukan dan merasakan hal yang sama seperti Grace terhadap ibunya bahkan perasaan menghadapi operasi itu telah saya rasakan saat masih SMP. Mama saya juga kadang seperti Eileen. Membaca cerita ini kadang seakan melihat diri sendiri tapi harus melihat lebih dalam agar lebih bermakna. Tapi beda orang beda rasa, pengalaman, dan opini saat membaca sebuah buku jadi alangkah baiknya jika dicoba sendiri.

“Aku takkan pernah bisa yakin apakah kegelisahanku sendiri atau kegagalan ibukulah yang membuat dia terasa tak pernah cukup bagiku. Jauh di lubuk hati, aku tahu dia ibu yang hebat, tapi entah mengapa, aku selalu merasa kesal kepadanya.” (halaman 14)

“Tak peduli sedalam apa pun aku menyayanginya –atau mungkin justru karena itu—aku terdorong untuk selalu menunjukkan kesalahan Mum. Aku ingin ia menjadi perkecualian dalam setiap aturan yang kuketahui mengenai perilaku manusia. Di depan umum aku mengatakan ibuku benar-benar hebat, tapi diam-diam sifat kanak-kanak dalam diriku selalu percaya bahwa sebenarnya  ibuku bisa lebih hebat lagi.” (halaman 15-16)

“Memang tak sebanyak yang kuharapkan, tapi cukup berarti. Adakalanya kau harus mau menerima sebanyak yang diberikan Tuhan kepadamu dan mensyukurinya.” (halaman 263)

Rabu, 23 Oktober 2013

Review Marriageable




Lama juga g’ bikin review buku penulis Indonesia, sebenarnya lagi g’ niat-niat amat sih tapi tak apalah. Beberapa hari lalu saya membaca Marriageable-nya Riri Sardjono. Suka banget, bikin senyam-senyum dan kadang ngakak. Saya memang lagi butuh buku seperti ini, sangat menyenangkan untuk melepaskan diri sejenak dari penatnya kehidupan (tsaaah… bahasanyaaa).

Tema ceritanya sebenarnya sudah umum, wanita yang sudah hampir expired terus dijodohin sama mamanya. Tapi, sebiasa-biasanya sebuah cerita kalau diramu dengan baik bakal jadi g’ biasa. Kayak manusia meski mungkin ada yang masalahnya sama tapi dihadapi dengan caranya sendiri, itu yang bikin dia beda dengan yang lain. Nah, dalam ceritanya ini penulis sukses melakukan itu. Gaya bertutur tokoh-tokohnya yang sarkastis tapi menurut saya ada benarnya, sangat mengasyikkan dan mengalir. Mungkin satu hal bagi saya yang g’ terlalu asyik dari buku ini, terlalu banyak “rokok” tapi ya itu hidup mereka, duit mereka, asal asapnya g’ ke muka dan kehirup saya saja. Alangkah baiknya kalau hal yang lebih banyak mudaratnya dihindari (yaelah, malah ceramah).

Dalam kehidupan nyata sebenarnya saya bukan penggemar perjodohan tapi paling suka bilang, “coba saja dulu, siapa tahu cocok, g’ ada salahnya kan?” Jika sudah di ambang batas kayak si Flory ini dan dijodohin sama cowok kayak Vadin ya mungkin saja saya mau (ini sih ngarep). Ya apalagi sih yang dicari kalau sebenarnya sudah nyaman sama dia, baik, mapan, (tambahan bagi saya, ibadahnya ok)? CINTA? Cinta bisa datang dari semua itu dan ya… cinta memang perlu tapi cinta bukan segalanya, darling! (Jangan protes karena ini menurut saya)

Sorry, lebih banyak curcol dari pada bahas ceritanya! :)

You get married not to be happy but to make each other happy. –Roy I. Smith