Sudah berkali-kali saya
berkunjung ke toko buku dan berkali-kali pula saya melewati rak tempat Le Petit
Prince dipajang. Hanya berlama-lama memandangi sampulnya kemudian berlalu,
mungkin karena tidak masuk dalam daftar buku yang ingin saya beli waktu itu.
Sampai suatu saat saya iseng-iseng mampir di toko buku, tidak ada yang dibeli
selain majalah, maka jadilah buku ini saya beli. Itu pun saya mempertimbangkan
cukup lama mulai dari sampul sampai sinopsis di cover belakang buku. Sinopsisnya
sangatlah menjamin, di situ dijelaskan bahwa buku ini termasuk buku yang paling
banyak diterjemahkan. Logikanya sederhana, mana ada penerbit yang mau kalau
buku itu tidak berpotensi akan laris.
Dari sampul, buku ini
cukup sederhana, anak kecil berambut kuning berdiri di atas planet tempat ia
tinggal dengan gunung api yang masih aktif dan tidak aktif, 4 tangkai bunga,
sebatang pohon kering, semuanya lebih kecil darinya. Dia mungkin sedang menatap
bintang, matahari, planet lain, dan mungkin bulatan kecil itu adalah bulan. Ya…
ternyata itu memang tempat tinggalnya yang kecil, saking kecilnya ia pernah 43
kali melihat matahari terbenam dalam sehari. “Dunianya” yang begitu kecil, yang
ku maknai sebagai dunia anak yang sederhana.
“Orang
dewasa tidak pernah mengerti apa-apa sendiri, maka sungguh menjemukan bagi
anak-anak, perlu memberi penjeasan terus-menerus.”
(halaman 8-9)
Kisah ini dimulai dari
tokoh Aku yang menceritakan masa kecilnya di mana orang dewasa telah mematahkan
semangatnya untuk menjadi seorang pelukis. Terkadang orang dewasa melarang dan
memerintahkan ini dan itu tanpa sadar akan dampaknya yang mungkin saja terbawa
sampai anak itu besar nanti.
Saat dewasa, tokoh Aku
akhirnya jadi seorang penerbang yang kemudian pada bagian ke II buku ini
pesawatnya jatuh di gurun di Afrika. Sedikit melenceng, Antoine
de Saint-Exupéry (penulis) dalam kehidupannya sangat
mencintai dunia penerbangan, dia adalah seorang pilot yang pernah bertugas di
berbagai belahan bumi ini. Dia juga pernah jatuh di gurun Libya dan hampir mati
kehausan selama 3 hari sebelum diselamatkan. Kembali ke tokoh Aku yang
terdampar di gurun jauh dari peradaban, di sinilah ia kemudian bertemu Pangeran
Cilik yang tiba-tiba muncul dan memintanya mengambarkan domba. Tentunya agak
sulit bagi ‘Aku’ untuk menggambarnya karena setelah peristiwa masa kecilnya tak
pernah sekalipun ia melakukanya lagi.
Setelah perkenalan
mereka, sedikit demi sedikit cerita tentang asal-muasal Pangeran Cilik terkuak.
Kisah tentang planet tempat tinggalnya. Kenapa ia meninggalkan tempat
tinggalnya itu. Tempat-tempat yang ia singgahi sebelum mencapai bumi, mulai
dari bertemu seorang raja, orang sombong, pemabuk, pengusaha, penyulut lentera,
sampai bertemu ahli bumi yang masing-masing dari mereka tinggal di planetnya
sendiri-sendiri. Lalu Pangeran Cilik akhirnya sampai di Bumi, ia menggambarkan
planet ini sangat menarik. Perjalanannya di atas bumi yang bertemu dengan ular
berbisa, bunga berkelopak 3, naik gunung yang tinggi, bertemu 5 ribu mawar yang
mirip dengan sebatang mawar yang ada di planetnya, “menjinakkan” rubah, bertemu
tukang wesel kereta api dan, pedagang pil canggih. Sampai kemudian bertemu
dengan tokoh Aku dan nantinya berpisah untuk selamanya.
Walau setiap bagiannya
hanya dijabarkan paling banyak 10 halaman beserta ilustrasi gambar, tetap tidak
mempengaruhi pesan yang ingin disampaikan, permainan katanya pun sangat
menarik. Setiap tokoh yang dia temui seakan mewakili watak manusia yang ada di
bumi ini. Saya menyukai keseluruhan novel ini, sebagai seorang wanita saya menyukai
bagian saat Pangeran Cilik bercerita tentang sebatang mawar di planetnya dan dialognya
dengan rubah yang “dijinakkannya”.
“Inilah
rahasiaku. Sangat sederhana: hanya lewat hati kita melihat dengan baik. Yang
terpenting tidak tampak di mata.” (halaman 88)
“Tetapi
kamu tidak boleh melupakannya. Kamu menjadi bertanggung jawab untuk
selama-lamanya atas siapa yang telah kamu jinakkan. Kamu bertanggung jawab atas
mawarmu…” (halaman 88)
Keseluruhan cerita ini
bagi saya seakan memperlihatkan tahap kehidupan manusia dari ia kecil, dewasa,
sampai ajal menjemput. Hubungan dengan sesama manusia, makhluk lain dan, alam
sekitar. Nilai-nilai hakiki sebagai manusia dijelaskan secara sederhana namun
mendalam melalui mata anak-anak. Cerita anak yang mungkin terkadang dianggap
sepele tapi patut untuk direnungkan terutama bagi kita orang dewasa. Orang
dewasa yang sering memperumit hal yang seharusnya sederhana. Orang dewasa yang
dalam dirinya masih ada sifat kekanak-kanakan. Orang dewasa macam apa kita?
Bagaimana pun masa
kecil yang dialami terkadang kita merindukannya dan ingin kembali ke sana.
Mungkin ini yang ingin
disampaikan penulis di akhir bukunya. Tapi, saya hanyalah manusia biasa yang
belum cukup memahami hidup hingga tak dapat memahami apa yang nyata. Begitu
pula dalam menafsirkan apa yang disampaikan dalam buku ini. Ya…hidup selalu
penuh misteri namun itulah yang membuatnya menarik (nampaknya saya meminjam
kalimat dan belajar banyak dari buku ini).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar