Jumat, 12 Oktober 2012

Perempuan yang Melukis Wajah




Ketertarikan tingkat tinggi terhadap buku, mungkin kali ini lebih tepat disebut terhadap buku yang didiskon, bisa menyebabkan kekalapan bagi saya. Awalnya tidak berminat untuk membeli tapi pada akhirnya yang terjadi adalah sebaliknya, semua karena iming-iming diskon. Ini pulalah yang terjadi hingga buku ini ada dalam genggaman saya. Walau telah terlanjur membelinya, di rumah sempat terbersit keinginan untuk tidak membacanya dan ingin menjualnya saja. Saya memang tergolong orang yang jarang membaca buku penulis Indonesia, bukan meragukan mereka tapi saya justru ragu dengan diri saya sendiri untuk bisa menyukai karya mereka. Kedengarannya seperti mengada-ada memang tapi butuh beberapa jam untuk saya memutuskan membuka dan membaca buku ini.

Buku ini terdiri atas 11 cerita pendek yang ditulis oleh 8 penulis. Nama-nama mereka mungkin sudah tidak asing lagi bagi kita apalagi bagi para penghuni dunia maya terutama twitter dan blog.
Cerita pertama atau lembaran-lembaran awal sebuah buku tentulah sangat menentukan apakah kita akan betah membacanya atau tidak. Saat membaca cerita pertama bahkan paragraf pertama buku ini saya sudah menyatakan bahwa saya telah jatuh cinta dan mungkin akan lebih mencintai buku ini.

Humsafar (Hanny Kusumawati)

“Julia pernah bilang, cinta pada pandangan pertama hanya diperuntukkan bagi mereka yang beruntung., sebaliknya, harus berurusan dengan cinta pada pandangan terakhir. Cinta bukan hadir pada saat mereka saling menyapa, ketika berkata “hai” atau “halo”, tetapi justru pada saat mereka harus berpisah dan saling berucap “selamat tinggal”.”

Paragraf inilah yang membuat saya bertahan, rasa penasaran saya telah tergelitik untuk mengetahui kelanjutan cerita ini. Insan berlawanan jenis yang berasal dari negara yang berbeda, latar belakang dan pekerjaan yang berbeda, bertemu dalam waktu yang singkat namun sanggup menhadirkan ketertarikan dan keterikatan yang tak sesaat. Gaya penulis menceritakaannya membuat saya teringat pada penulis Korea Selatan, Kyung Sook Shin (Please Look After Mom). Dia bercerita dari sudut pandang pria yang sejak lama telah mengenal sosok Julia, lama sebelum Shah hadir dalam hidupnya, pria yang selalu menemaninya.

Selesai dengan cerita pertama, saya berpikir untuk berhenti membaca. Ingin rasanya menunggu hujan turun agar lebih meresapinya. Kesemua cerita dalam buku ini memang melibatkan hujan, ya namanya juga ’11 cerita pendek di hari hujan’. Bertahan selama 2 hari, saya nyatanya tergoda untuk melanjutkannya. Saya takkan menunggu hujan tapi akan membacanya lagi saat hujan turun untuk merasakan perbedaannya.
Kala membaca cerita-cerita berikutnya saya berusaha untuk menangkap beberapa hal yang ingin disampaikan penulis. Hal ini tidaklah mudah, malah muncul keraguan akan kebenaran interpertasi saya tentang cerita tersebut. Saya hanya akan memilih beberapa cerita dan pendapat saya tentangnya.

Daun Palma (Wisnu Nugroho)

Membaca cerita ini dan membayangkannya seakan seperti sinetron dimana tokoh utamanya menurut bahasa anak gaul zaman sekarang “lagi galau”. Mengesampingkan semua hal itu, penulis menggambarkan dengan indah perasaan pria yang tak bisa lagi bersama dengan kekasihnya. Awalnya sedih tapi dia kemudian bisa bangkit meski butuh waktu yang cukup lama. Perasaan memang tak cukup hanya dengan kata “galau”, akan lebih menarik jika dilukiskan dengan rangkaian kata penuh makna.

Lelaki Naga (Ndoro Kakung)

Proses pendewasaan diri akan berjalan seiring waktu berlalu. Tapi, itu tergantung seberapa dalam kita belajar dari sebuah pengalaman diri atau pun orang lain.

“Dalam kesedihan dan kearifannya, waktu adalah teman yang baik.”

Kematangan penulis sangat terlihat dan terasa dalam cerita ini. Bagi saya, masih banyak hal luar biasa yang tidak bisa didapatkan karena kurangnya pengalaman yang saya miliki.

Enam Jam (Hanny Kusumawati)

Mengapa judulnya Enam Jam? Karena tokoh dari cerita ini hanya punya waktu enam jam bersama wanita yang sebenarnya dia cintai sebelum harus menikah.

Nai adalah teman Bian sejak SD, sampai saat dia dan keluarganya kecelakaan pun yang diingat hanyalah nomor telepon rumah Nai, bukan nomor telepon pacarnya, Layla. Nai sudah berhenti mencintai Bian, lebih tepatnya menerima bahwa lelaki itu lebih memilih wanita lain. Meski akhirnya karena keadaan Bian harus menikah dengan Layla, dia sebenarnya mencintai Nai.

“Setiap pilihan punya konsekuensi yang harus ditanggung. Dan kita, kita bukan anak-anak lagi.”

Keputusan yang kita ambil harus dihadapi apapun akibatnya. Banyak kesempatan telah diberikan hidup hingga rasanya tak bijak untuk terus menyesal, kita harus terus berjalan. Cerita ini membuat saya ingin mengutip perkataan McDreamy pada adik iparnya, Lexy Grey, dalam drama seri Grey’s Anatomy.

“Make sure you want him because you want him.”

Perempuan yang Melukis Wajah (Karmin Winarta)

Tak perlu berpanjang-lebar untuk melukiskan cerita ini. Cinta memang gila. Dan, kita bisa benar-benar gila karena cinta.

Hujan. Deras Sekali (M. Aan Mansyur)

Ini ada cerita terakhir dalam buku ini, saya bisa benar-benar merasakan nuansa klimaks keseluruhan buku setelah membacanya. Bagaimana saya harus menjabarkannya? Sederhana, menarik, lucu. Saya benci perselingkuhan tapi cerita ini tidak disajikan dalam gaya yang membuat kita jengkel dan mengutuk Perselingkuhan terjadi dalam masyarat dan banyak faktor yang mendasarinya. Anda selingkuh? Pasangan Anda selingkuh? Atau, sama-sama selingkuh? Itulah yang muncul dalam pikiran saya. Jadi jika diharuskan, mana yang akan Anda pilih?

Buku ini adalah karya yang mengundang kekaguman, cantik laksana pelangi dikala hujan telah membasahi bumi. Suatu kepuasaan bisa menikmatinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar