Senin, 30 Desember 2013

Review The Cuckoo’s Calling



Memulai sebuah tulisan bagi saya selalu susah, bisa lama padahal cuma memikirkan kalimat pertama. Nah, kalian baru saja membacanya, kalimat yang saya bilang susah itu. Abaikan saja ketidakteraturan saya dalam menulis karena review buku kali ini mungkin lebih tidak akan objektif dari sebelumnya. Anggap saja ini hanya cuap-cuap belaka dari orang yang akhir-akhir ini susah lega setelah membaca buku. Jadi, buku apa yang baru saya baca?


Yup, The Cuckoo’s Calling by Robert Galbraith. Tahu siapa dia? Kalau ada yang jawab tidak tahu padahal tiap hari dia salto-salto di media sosial, saya akan mempertanyakan apa dia membaca berita atau pernah menonton tv (boleh tersinggung :p).  Robert Galbraith bukanlah nama yang terkenal  sampai beberapa bulan lalu setelah sebuah rahasia terkuak. Nama itu adalah nama alias dari penulis tekenal dan kaya raya karena tulisan-tulisannya, J.K. Rowling. Kenapa dia memakai nama alias! Tulisannya kali ini benar-benar berbeda dari sebelumnya, nampaknya dia ingin melihat bagaimana reaksi “pasar” terhadap karya terbarunya. Sebelum rahasia siapa sebenarnya di balik nama itu, buku ini sudah mendapat tanggapan positif dari para kritikus yang menurut saya lebih sering kejam dan menyebalkan (lah saya juga kadang gitu). Namun, hal itu tidak terlalu membantu penjualan sampai media memberitakan bahwa J.K. Rowling penulisnya. Kenapa Robert Galbraith! Rowling suka nama Robert dan selalu terngiang-ngiang nama keluarga Galbraith, jadi deh. Menurut yang pernah saya baca, nama ini juga bisa diartikan ‘famous stranger’, cocoklah.

Sekarang, saya bahas isinya tapi dikit saja. Why! Ini novel kriminal yang jika terlalu banyak diceritakan orang lain justru menurut saya jadi tidak asyik. Kasus dalam novel ini bermula pada suatu malam yang dingin bersalju di London saat seorang supermodel jatuh dari ketinggian balkon flatnya. Oleh polisi, kasus ini hanya kasus bunuh diri, sang kakak justru ragu dan ia pun akhirnya menyewa detektif partikelir untuk kembali menyelidiki. Cormoran Strike awalnya agak ragu untuk menerima kasus ini, hidupnya kacau, namun tak dipungkiri keuangannya sedang dalam masalah. Saat menyelidiki kasus ini mau tak mau kehidupan pribadi dan masa lalunya pun ikut tersentuh, nyawanya ikut terancam. Yang saya jabarkan ini mirip sinopsis dari penerbit ya? Memang sengaja. :P

Setelah Harry Potter ini karya mba’ Jo (sok akrab) yang saya baca. Entah kenapa belum tertarik baca Casual Vacancy tapi terus terang sekarang penasaran bagaimana gaya bercerita mba’ Jo di novel itu. Di novel ini sendiri Rowling berhasil menyeret saya ikut serta dalam penyelidikan yang dilakukan oleh Cormoran Strike, benar-benar memutar otak. Ceritanya tersusun sangat apik, mengalir, sulit untuk dilepaskan jika sudah terlanjur membacanya. Sangat berbeda jauh dari Harry Potter (ya iyalah), The Cuckoo's Calling membuat saya melihat sisi lain dan kelihaian seorang Robert Galbraith alias J.K. Rowling. Selesai membaca buku ini terus terang saya sangat puas, lega sampai senyum-senyum sendiri. Beberapa orang mungkin akan bilang kasus dan motif seperti ini sudah biasa, saya juga pernah baca kasus seperi ini tapi yang perlu diingat jalan cerita, cara penulis meramu, eksekusi, dalam sebuah kasus selalu ada hal yang berbeda. Saya sangat menikmati karya berbeda dari Robert Gilbraith dan akan terus menanti karyanya. Menurut kabar akan ada sekuel dari cerita ini tahun depan, tidak sabar rasanya, semoga Robin putus dan jadian sama Cormoran (jahat).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar