Cinta merupakan tema
yang sudah sering diangkat dalam sebuah novel. Banyak kisah cinta bertebaran di
muka bumi yang meski sederhana tapi terkadang sulit dipahami. Kisah cinta yang
saya baca kali ini benar-benar jauh dari umur saya sekarang, kisah cinta anak
SMA. Kisah yang telah lama kita lalui meski tak bisa dipungkiri merupakan
bagian yang membuat kita seperti sekarang ini.
Terus terang saat
membelinya saya berpikir, “OMG, saya membeli buku dengan kisah anak SMA? Ini
konyol.” Tapi, saya tetap membelinya karena ada yang bilang cerita ini ditulis
dalam ramuan yang pas. Entah apa maksudnya, yang pasti bukunya sudah di tangan
dan tidak ada kata mundur untuk membacanya.
Chacha
Charlezza
“I
fall in love in first sight and it’s so intoxicating”
Saat orang “normal”
mengatakan ini mungkin kita akan memutar bola mata tapi ini menjadi terdengar
wajar ketika yang mengatakannya adalah seorang Queen Bee, gadis populer di
sekolah. Gadis yang di mana dia berada semua mata tertuju padanya. Gadis yang
menjadi rebutan cowok-cowok sekolah. Gadis yang bisa mencampakkan cowok mana
pun bila ia sudah bosan. Bagaimana ketika dia jatuh cinta dan justru mengejar cowok
yang dia suka? Bagaimana jika cowok itu adik kelas yang kutu buku? Bagaimana
ketika tiba-tiba dia diputuskan? Bagaimana semua kejadian ini (diputuskan) mengubah
hidupnya yang penuh drama itu?
Megale
Idea
Murid baru yang masuk
ke sekolah bergengsi nan mahal karena otaknya. Kutu buku, juara olimpiade
sains, dan penerima beasiswa. Bagaimana bisa dia mau pacaran dengan senior yang
sejak pertama bertemu telah membuatnya merasa terintimidasi? Gadis yang berbeda
jauh darinya. Gadis yang bisa dibilang hampir tak dia kenali karena tak menjadi
dirinya sendiri. Megapa akhirnya dia tiba-tiba memutuskan gadis itu?
Menarik, buku ini
ternyata tidak membosankan. Disajikan dalam gaya SMA, tidak dibuat sok dewasa.
Banyak percakapan via facebook dan email antar tokohnya tapi tidak merusak
cerita malah justru memperkuat. Penulis membuat kita lebih menyelami apa yang
ada dalam pikiran masing-masing tokohnya. Ya, ramuannya benar-benar pas. Jika
menggunakan kata-kata sendiri maka saat membaca buku ini saya merasa sedang
menari-nari mengikuti irama. 3,5 bintang dari 5 bintang.
Buku ini menunjukkan
bahwa pria lebih mengunakan logika sedangkan wanita lebih pada perasaaan.
Banyak hal yang terkadang tak bisa dimengerti dari kedua belah pihak. Pria tak
mengerti bagaimana pentingnya alat make up bagi wanita. Wanita terkadang tak
bisa mengerti ego pria. Satu yang saya sangat setuju dari buku ini, kita
harusnya jadi diri-sendiri bukan jadi apa yang ingin orang lihat. Buat apa jadi
orang yang menarik di mata orang lain padahal kita sendiri tak bahagia?