Kamis, 17 Januari 2013

Review Confession of a silly Drama Queen


Cinta merupakan tema yang sudah sering diangkat dalam sebuah novel. Banyak kisah cinta bertebaran di muka bumi yang meski sederhana tapi terkadang sulit dipahami. Kisah cinta yang saya baca kali ini benar-benar jauh dari umur saya sekarang, kisah cinta anak SMA. Kisah yang telah lama kita lalui meski tak bisa dipungkiri merupakan bagian yang membuat kita seperti sekarang ini.
Terus terang saat membelinya saya berpikir, “OMG, saya membeli buku dengan kisah anak SMA? Ini konyol.” Tapi, saya tetap membelinya karena ada yang bilang cerita ini ditulis dalam ramuan yang pas. Entah apa maksudnya, yang pasti bukunya sudah di tangan dan tidak ada kata mundur untuk membacanya.

Chacha Charlezza
“I fall in love in first sight and it’s so intoxicating”
Saat orang “normal” mengatakan ini mungkin kita akan memutar bola mata tapi ini menjadi terdengar wajar ketika yang mengatakannya adalah seorang Queen Bee, gadis populer di sekolah. Gadis yang di mana dia berada semua mata tertuju padanya. Gadis yang menjadi rebutan cowok-cowok sekolah. Gadis yang bisa mencampakkan cowok mana pun bila ia sudah bosan. Bagaimana ketika dia jatuh cinta dan justru mengejar cowok yang dia suka? Bagaimana jika cowok itu adik kelas yang kutu buku? Bagaimana ketika tiba-tiba dia diputuskan? Bagaimana semua kejadian ini (diputuskan) mengubah hidupnya yang penuh drama itu?
Megale Idea
Murid baru yang masuk ke sekolah bergengsi nan mahal karena otaknya. Kutu buku, juara olimpiade sains, dan penerima beasiswa. Bagaimana bisa dia mau pacaran dengan senior yang sejak pertama bertemu telah membuatnya merasa terintimidasi? Gadis yang berbeda jauh darinya. Gadis yang bisa dibilang hampir tak dia kenali karena tak menjadi dirinya sendiri. Megapa akhirnya dia tiba-tiba memutuskan gadis itu?

Menarik, buku ini ternyata tidak membosankan. Disajikan dalam gaya SMA, tidak dibuat sok dewasa. Banyak percakapan via facebook dan email antar tokohnya tapi tidak merusak cerita malah justru memperkuat. Penulis membuat kita lebih menyelami apa yang ada dalam pikiran masing-masing tokohnya. Ya, ramuannya benar-benar pas. Jika menggunakan kata-kata sendiri maka saat membaca buku ini saya merasa sedang menari-nari mengikuti irama. 3,5 bintang dari 5 bintang.
Buku ini menunjukkan bahwa pria lebih mengunakan logika sedangkan wanita lebih pada perasaaan. Banyak hal yang terkadang tak bisa dimengerti dari kedua belah pihak. Pria tak mengerti bagaimana pentingnya alat make up bagi wanita. Wanita terkadang tak bisa mengerti ego pria. Satu yang saya sangat setuju dari buku ini, kita harusnya jadi diri-sendiri bukan jadi apa yang ingin orang lihat. Buat apa jadi orang yang menarik di mata orang lain padahal kita sendiri tak bahagia?


2 komentar:

  1. Buku ini pernah direkomen sama ika via twitter. Penasaran juga sih, walau aku jarang baca teenlit.

    BalasHapus
  2. Iya, gara2 dia saya iseng2 nyari di tobuk. Sekarang lg jarang buku yang sy suka jd beli saja. Bagus sih menurutku, rapi banget. Saya baru kali ini deh kayaknya baca teenlit, waktu SMP or SMA g' pernah. Hehehe...

    BalasHapus